Minggu, 27 Februari 2011

Pengobatan Alternatif 1 : Akupuntur

Pengobatan alternatif seringkali menjadi salah satu pilihan bagi kita untuk menyembuhkan suatu penyakit. Bahkan, dalam banyak kasus, efek yang diberikan oleh pengobatan alternatif sering lebih baik daripada efek yang diberikan oleh dokter dan obat-obatnya.

Sebutlah aki saya, yang pada tahun lalu terkena sakit prostat, lalu akhirnya sempat koma. Sebelum beliau koma, beliau telah menjalani berbagai pengobatan dari jalur medis yang resmi. masuk rumah sakit, dirawat, dapat obat, dll. namun tak kunjung sembuh, sampai setelah sadar dari koma beliau sulit untuk berjalan secara benar. Akhhirnya sampailah sebuah berita, ternyata, di dekat rumah om saya (anaknya aki saya), di daerah pakuhaji, ada seorang dokter penyakit dalam yang membuka praktik akupuntur di rumahnya. menurut cerita-cerita yang beredar, penyakit apapun, insyaallah jika diterapi secara rutin akan segera sembuh. singkat cerita, akhirnya aki saya pun berobat kesana dan menginap di rumah om saya(karena rumahnya dekat dgn tempat praktik).

aki saya menjalani praktik tersebut secara rutin selama beberapa bulan. rutin disini artinya 1 hari 1 kali terapi. tiap terapi biayanya 50.000. jumlah yang tidak terlalu besar kalo menurut saya, jika dibandingkan dengan ongkos yang harus dikeluarkan untuk operasi prostat. kondisi di tempatnya, pagi-pagi (sekitar jam 6) kita harus mengantri di tempat praktek dokter tersebut. tidak boleh telat, karena limit jumlah pasiennya adalah 50 orang. kenapa cuma 50 orang, karena sebenarnya dokter itu pun memiliki pekerjaan sebagai dokter beneran di suatu rumah sakit, yang jam kerjanya mulai dari jam 9, karena itu, saat pagi pun praktik ini sudah tutup jam 9. nanti sorenya akan buka lagi sekitar jam.... maaf saya lupa... semoga nanti ingat. pokoknya intinya, dokter ini buka praktik akupuntur di rumahnya setiap pagi dan sore. nah setelah mengantri dan daftar, para pasien dibawa ke sebuah kamar kecil, 1 orang 1 kamar, setelah itu disuruh tiduran. lalu sang dokter akan berkeliling ke kamar-kamar tersebut dan menanyakan sakit apa ke pasiennya. setelah berkonsultasi, dokter akan langsung memulai terapinya, yaitu menusukan jarum ke titik-titik syaraf yang terhubung dengan keluhan penyakitnya tersebut. setelah itu pasien dibiarkan selama satu jam, dan dokter kembali berjalan dari satu kamar ke kamar yang lain. setelah satu jam, jarum dilepas, dan selesailah 1 kali terapi. lalu langsung dibayar saat itu. simpel kan? tidak terlalu ribet dan prosedural seperti saat operasi. hanya saja, terapi ini memang harus rutin setiap hari, karena itu, banyak orang yang datang dari luar bandung, misalnya dari semarang, kalimantan, jakarta, memutuskan untuk mengontrak rumah selama beberapa hari supaya dekat ke tempat terapinya. dengan adanya praktek akupuntur ini pula, banyak masyarakat di daerah itu yang mengontrakan rumahnya untuk dijadikan sebagai tempat persinggahan bagi orang-orang yang tinggalnya jauh. Alhamdulillah aki saya tidak perlu mengontrak karena rumah om saya tetanggaan dengan tempat prakteknya.

saat hari-hari pertama terapi, aki saya sudah mulai merasakan manfaatnya dan merasa sudah baikan, namun sang dokter tetap menghimbau aki saya supaya beliau tetap menjalani proses terapi ini, karena menurut pandangan dokter, aki saya belum sembuh benar.

akhirnya, hari demi hari beliau diterapi dengan teknik akupuntur tersebut dan hasilnya... jengjeng... sekarang beliau sudah sehat seperti sebelum sakit, hanya saja mungkin masih lemas, jadinya gerakannya terlihat agak lamban dan beliau dilarang oleh bapak saya untuk bekerja terlalu letih dan pergi jauh. takut kesehatannya drop lagi katanya.

setelah peristiwa itu, akhirnya saya pun penasaran dan bertanya-tanya lebih banyak lagi tentang pengobatan alternatif jenis ini. ternyata, berdasarkan cerita om saya yg tinggal di dekat situ, dia pernah ngobrol-ngobrol dengan beberapa orang pasien di rumah praktek tersebut saat menunggu giliran praktik. suatu hari, dia pernah bertemu dengan seseorang yang sakit jantung. orang itu sudah bolak-balik berobat ke singapur untuk menjalani pemeriksaan medis dan telah menghabiskan uang puluhan juta untuk berobatnya. pada akhirnya mereka memutuskan untuk mencari cara lain, akhirnya sampailah berita tentang akupuntur ini kepada mereka dan merekapun mencoba terapi jenis ini. setelah terapi pertama, ternyata si pasien ini mengalami kemajuan medis yang sangat pesat ! artinya dari yang aktifitas jantungnya aneh dan tidak normal, berangsur-angsur kembali normal. dan saya pun kembali terheran-heran menemukan fakta ini.

pernah juga om saya bertemu dengan rombongan orang-orang yang seperti orang arab (karena pada pakai gamis dan cadar :p). saat om saya bertanya sakit apa, mereka menjawab bahwa ada saudari mereka yang hati(lever) nya sudah membusuk dan tidak dapat digunakan lagi. sama seperti cerita yang di atas, berobat ke luar negeri sampai ke negeri jepang sudah merupakan hal yang biasa. dan kelanjutan akhir cerita ini pun juga sama, yaitu akhirnya setelah terapi beberapa bulan secara rutin, hatinya yang tadinya sama sekali rusak dan membusuk, sekarang berfungsi normal seperti sediakala. dan sama pula seperti di atas, saya pun kembali bedecak kagum.

apa sebenarnya yang menjadi rahasia dari akupuntur?
lagi-lagi menurut om saya yang sering mengobrol dengan dokternya saat sedang tidak praktek (dan juga karena tetanggaan). yang dia lakukan dengan menusukan jarum ke tubuh pasien hanya merangsang syaraf yang terhubung dengan organ tersebut untuk mengembalikan daya kerja dari organ tersebut. jadi intinya yang saya tangkap adalah, misalnya pada saat kasus yg sakit lever, dokter itu menusukan jarum ke bagian tubuh yang syaraf bagian luarnya tersambung dengan organ lever. hasil dari syaraf yang ditusuk adalah, syaraf tersebut memberikan respon cepat ke lever untuk melakukan sesuatu, mungkin untuk memperbaiki sel, melancarkan aliran darah, dsb. jadi yang dilakukan dokter itu hanyalah merangsang, dan tubuh sendirilah yang mengobatinya. Subhanallah

ini ilustrasi syaraf yang terhubung dengan organ dalam di bagian tangan, meskipun sebenarnya kalo ditusuk nggak selalu di bagian tangan

akupuntur bisa dibilang sebagai salah satu ilmu yang belum bisa dijelaskan secara gamblang di bidang medis. sama halnya dengan bekam. lain kali jika ada waktu insyaallah saya akan membahas juga tentang bekam.

Sabtu, 26 Februari 2011

Kedokteran = Syari'ah ???

Bagi para dokter yang sedang menghadapi komplikasi dua macam penyakit pada pasiennya, mereka akan mengambil risiko yang paling ringan, dan mengambil keselamatan dan kesehatan yang paling tinggi, dan tidak mengindahkan risiko yang ringan itu. Akan tetapi mereka akan bimbang apabila menghadapi risiko dan keselamatan yang sama.

Dunia kedokteran bagaikan syari'ah. Ia dibuat untuk mengambil keselamatan dan kesehatan, menolak kerusakan dan penyakit. Ia diadakan untuk menolak segala kemungkinan buruk yang mungkin timbul., dan mengambil kebaikan yang mungkin dilakukan. Dan jika penolakan terhadap keburukan itu tidak dapat dilakukan, pengambilan terhadap kebaikan juga tidak dapat dilakukan, sehingga tingkat keburukan dan kebaikan berada pada satu titik yang sama, maka ia harus mengambil keputusan. Jika ada perbedaannya, maka ia harus memilih pertimbangan yang lebih berat. Dan jika tidak ada perbedaannya, maka ia tidak dapat melakukan tindakan apa-apa.

Yang menerapkan aturan syari'ah ini adalah juga yang menerapkan aturan dalam dunia kedokteran. Dua dunia ini sama-sama diletakkan untuk mengambil kemashlahatan bagi hamba-hambaNya dan menyingkirkan kerusakan dari mereka.

Kalau dalam dunia keagamaan, kita tidak boleh melangkah maju dalam mengambil kemashlahatan ketika dua tangan timbangan itu seimbang; maka di dalam dunia kedokteran keputusan pengambilan kemashlahatan juga tidak boleh melangkah maju sebelum muncul tanda yang memberatkan salah satu tangan timbangan.

Begitulah seharusnya kita mengambil keputusan pada persoalan yang baik dan yang lebih baik; pada persoalan yang rusak dan yang paling rusak. Demikianlah semestinya kaidah yang harus diberlakukan; karena hanya orang-orang bodoh saja yang menyimpang dari aturan seperti itu.

(Fiqh Prioritas, Dr. Yusuf Al Qardhawy)